Quit

We don’t  see things as they are, we see things as we are.

Kadang kita melakukan hal yang membuat orang lain iri, padahal kita sendiri sama sekali tidak bangga mengerjakan hal tersebut (dan sebaliknya, melakukan hal yang membuat orang lain bergidik, sementara kita luar biasa bahagia menjalani hal itu). Berhenti bekerja pada sebuah media yang memungkinkan saya merangkai cerita-cerita seperti yang terpampang di blog ini adalah contoh cerita versi pertama di atas.

Enam bulan adalah sebuah waktu yang cukup untuk menemukan sebuah keluarga baru,sementara sayangnya di saat yang sama juga membuat saya sekali lagi sadar bahwa saya harus menemukan tempat yang lain untuk bekerja. Semua karena kesadaran-kesadaran kecil yang akhirnya membuat gambaran besar.

Tapi...teman-teman saya di tempat kerja lama ini adalah bagian terbaik!

Saya baru sadar bahwa sebuah tulisan pendek dengan topik yang tidak menarik (bagi saya) itu  luar biasa susah (yang artinya : membosankan) untuk dibuat dibanding sebuah artikel panjang informatif yang butuh banyak catatan kaki di sana sini. Saya mau dan senang nongkrong di perpustakaan, ngobrol dengan narasumber, demi sebuah (dan setiap) artikel. Tapi saya malas menulis seadanya, mengunyah data  yang itu-itu saja dari saduran, apalagi hanya menulis sesuai pesan sponsor. Ditambah lagi beban pencitraan dan kebutuhan untuk membuat sensasi.

Serahkan saja lah pada mereka yang mau.

And here I am. Kembali terbata saat menjawab pertanyaan, “Kerja di mana?” Saya belum benar-benar tahu akan pergi ke mana setelah ini. Yang jelas saya tahu apa yang tidak saya inginkan. Saya hanya ingin ambil bagian dalam sesuatu yang benar-benar membangun. Dan untuk sekarang itu sudah cukup.

Comments

Popular Posts