Agama Setengah

Seorang teman Kristen yang bersekolah di Inggris pernah ditanya oleh teman sekelasnya yang atheis, “Mengapa kamu beragama?”
Ia menjawab, “Karena agama mengajarkan kebaikan dan perdamaian.”
Si atheis : “Sebutkan negara di dunia ini yang menurutmu paling beragama, sekaligus paling membantu menciptakan perdamaian dunia.”
Teman saya terdiam. Ia tak yakin punya jawaban.

Meski saya tak suka ditanya “apa agamamu,” saya percaya pada Satu Kekuatan besar yang menciptakan kehidupan manusia, dan melakukan ritual agama yang saya maknai sendiri secara personal. Tapi…saya (berusaha untuk) tidak menyembah agama dan ritual-ritual di dalamnya.

Menurut saya, ritual itu tidak lepas dari konteks budaya dan sejarah. Meninjau ulang, apalagi merevisi simbol dan ritual dari sebuah agama, tentu akan mengubah otentitas agama itu sendiri. Tapi bagi saya, tinjauan ulang terus menerus itu harus dilakukan agar sebuah agama mencapai tujuan yang sesungguhnya. Bukan hanya sebagai status atau kebiasaan usang yang dibela mati-matian agar selalu tetap sama – tapi sesungguhnya mati.

--ditulis di Hari Raya Kurban, saat pengurus masjid berkata, “Pertambahan jumlah kambing dan sapi yang dikurbankan tahun ini menunjukkan pertambahan kadar keikhlasan dan keimanan umat.”


And I thought, how come?!


Dan di bawah ini adalah foto halaman masjid pasca ibadah hari raya. Manifestasi iman - yang katanya setengahnya adalah kebersihan - setelah mendengarkan kotbah tentang iman :).


Comments

Zaliansyah said…
Seharusnya "Keyakinan" itu adalah sebuah perjalanan. Sehingga ada proses menemukan dan memaknai. Ini berlaku baik utk orang yang belum berkeyakinan (beragama) hatta sekalipun orang yang merasa sudah beragama (inheritage)

Tapi tidak banyak orang merasa perlu untuk melakukan perjalanan ini, terlebih orang yang tinggal dalam kelompok besar keyakinan. Orang Islam yg tinggal bersama mayoritas Islam, orang kristen yang tinggal dlm mayoritas kristen, orang hindu yg tinggal dlm mayoritas Hindu dst dst ..

Sehingga tidak heran jika nilai-nilai dasar yg seharusnya diamalkan, terkadang sulit dijumpai dalam tataran amalan

Karena mental blocking
Anonymous said…
Hmmmmmmmmmmmm
Yusrizal Ihya said…
akhirnya orang-orang hanya berkutat dengan "kebanggaan" agamanya,
mereka pun melupakan pondasi dasar keimanan yang harusnya diperoleh dengan penerapan hal-hal sederhana yang sebenarnya penting.

Popular Posts