UTANG

Kemarin, tidak sampai setengah jam saya berkunjung ke Taman Baca Kampung Buku di Cibubur. Tapi Anda pasti setuju, ada momen-momen singkat - yang kita kira tak akan terhitung- dalam hidup yang bisa membuat kita berpikir banyak. Kunjungan kemarin salah satunya.

Punya taman baca adalah satu dari beberapa cita-cita saya yang sebenarnya tidak banyak. Dan punya taman baca, barangkali, adalah satu-satunya cita-cita yang (seharusnya) sangat realistis, terukur, dan jelas tujuannya. Tapi belum juga saya lakukan karena terlalu banyak alasan. Excuse. Dalih. 

Setiap kali bertemu dengan pendiri /pengelola taman baca - mereka tidak tahu -  bahwa saya selalu merasa kerdil. Menyadari bahwa mereka, dengan semua keterbatasan, sudah selangkah, bahkan seribu langkah di depan saya. 

Saya bilang ke seorang teman (yang sudah bersiap membuka taman baca di Sukabumi), bahwa saya merasa ijazah sarjana UI saya seketika serasa tidak berarti apa-apa begitu ketemu orang-orang yang sudah membuat perubahan untuk sekitarnya, salah satunya dengan mendirikan taman baca. Teman saya bilang, kampus kita tidak bertujuan mencetak agen perubahan. Bisa mapan dengan masuk ke perusahaan bergengsi saja sudah cukup. 

Tapi saya sih tetap bilang, sebelum bisa mewujudkan cita-cita saya yang satu ini, selamanya saya akan berutang. Pada orangtua saya yang sudah membiayai kuliah saya, pada negara, dan tentu saja pada diri saya sendiri.

Di Kampung Buku, kemarin, baru diresmikan bangunan bertingkat yang didirikan dengan bantuan Bank Mandiri. Foto TBA itu saat masih berupa saung dan tanah lapang sudah nyaris tak saya kenali. Apalagi TBA mereka saat sekitar tahun 2005 yang masih bernama TBA Kwartet. Bagus, tapi sudah tutup. Berpindah di atas tanah wakaf, jadi Kampung Buku. 

courtesy of www.kampungbuku.org

Entah bagaimana, pendirinya, Mas Edi @dimyaties menceritakan semua seakan-akan pekerjaannya itu (mengelola taman baca) adalah hal paling alami yang dapat ia lakukan. Tanpa ragu-ragu, tanpa kerumitan-kerumitan ala sarjana yang penuh kecermatan mengkalkulasi pendapatan (seperti saya).

Ibu beliau, yang aktif di sebuah pengajian, ikut membantu dengan mengajak teman-teman pengajiannya memberikan sembako hari raya untuk ibu-ibu di sekitar Kampung Buku. 

Saya berdecak kagum dan merekam semuanya dalam hati dan kepala (lalu ke blog ini).

Semoga saya bisa segera meluasi utang saya. 


Comments

Anonymous said…
RIni.... aku suka tulisan dan cerita2mu :) update doong blog nyaaa....-dita-
dinantonia said…
kalo menurutku, making an impact to the world, jadi agen perubahan, bisa dimulai dari hal2 kecil di tempat kita bekerja... in my case, my small classroom where i teach... atau kalaupun tidak bisa satu kelas, satu orang anak pun sudah cukup...

of course, kalau bisa berbuat lebih seperti yang rini cita2kan, it'd be great :)

Popular Posts